Compassion Fatigue

No Comments

Pria yang sedang bersedih

Compassion Fatigue (terms) : Istilah psikologis untuk seseorang yang merasa kelelahan secara fisik dan mental kerena terlalu memperhatikan sesuatu/seseorang secara berlebihan dalam jangka waktu yang lama dan sangat intens.


Hai, bagaimana jantungmu hari ini? Masihkah detaknya teratur seperti selayaknya? Mestinya tidak, aku yakin tidak. Atur nafasmu, tenang. Sesaat lagi, mulai hari ini, tak ada lagi kata sendirian. Kamu akan selalu punya teman untuk mencurahkan segalanya yang ingin kau ceritakan. Tak perlu lagi ada cerita-cerita yang kau pendam, karena telinganya akan selalu siap untuk mendengarkan.


Oya, jangan lupa siapkan jari manismu untuk menerima cincin pernikahan kalian. Jangan juga lupa, tiap baris kata tentang janji pernikahan yang akan kau ucapkan. Semoga tak ada kekeliruan, misalnya kau salah menyebut namanya dengan namaku di depan altar pernikahan.


Siapa aku ini, beraninya berkhayal kau akan salah menyebut namanya dengan namaku? Maaf, mungkin aku lupa meminum obat anti halusinasiku.


*****


Satu malam sebelum hari pernikahanmu, aku lupa apakah aku sudah tidur pada malam itu. Aku terus saja memandangi email lamamu, undangan untukku datang ke acara yang tak ku harapkan. Jemariku mengepal keras sembari sesekali memukulkannya ke kepalaku, mencoba mematikan pikiran-pikiran jahat yang tak hentinya lewat sekelebat.


“Seharusnya ini adalah undangan kita berdua”, gumam bibirku yang tak kusadar telah saling menggigit menahan tangis sebab mimpi yang kau hancurkan dengan sporadis.


Lampu kamar ku redupkan. Bekerja keras sepasang mata ini memejam, dengan asa semoga hari esok segera tiba. Nampaknya aku salah, takkan semudah itu hati ini tertidur tenang dan pasrah. Sepasang otak ini tak mau berhenti memikirkan apa yang akan terjadi setelah lewat malam ini. Baik, aku menyerah. Ku bisikkan pada diriku sendiri, “baiklah, demi perpisahan yang berkesan, besok kita akan datang dan menyaksikan mereka mengucap janji pernikahan” dan anehnya, akhirnya suara-suara dalam kepala pun seketika diam.


*****



Entah esok bagaimana,

Yang aku tahu

aku takkan pernah siap merelakanmu

merelakan masa depan dalam lain dekapan.



Paginya aku bangun dengan langkah dan nafas yang sama beratnya. Apalagi jika harus menarik paksa senyum dari wajah yang berlumuran duka. Apa daya, aku telah berjanji pada setiap inci organ dalam tubuh ini. Kali ini aku akan bertahan sebisanya, mengakhiri segalanya dan menghentikan luka yang sudah lima tahun ku biarkan terbuka.


Melihatmu dari ujung tempatku mengagumimu, kau masih tetap cantik walau telah lama mata kita tak saling kita jumpa. Tubuhmu yang tinggi dan putih, sangat cocok terbalut kain satin putih cerah senada dengan kulitmu, yang semakin menegaskan statusmu sebagai seorang pengantin. Dari sejarak ini aku menatapimu, aku masih saja bisa mengagumi rupa di balik veil pengantinmu itu. Di sampingmu tentu saja bisa ku lihat dengan jelas, lelaki yang telah merebut hatimu dariku dengan culas. Ah, tetapi tetap saja, akhirnya dia yang mendapatkanmu seutuhnya.


Selamat menempuh hidup baru, wahai cerita lamaku. Selamat menambatkan mimpi padanya yang jauh lebih kau percaya.



Pria yang beruntung,

Sedang aku, lelaki yang harapnya berkabung.


- Gitakara Ardhytama

Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 comments

Posting Komentar